Monitoring Sintilasi Ionosfer Di Indonesia
Oleh : Asnawi
Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi
Ionosfer adalah bagian atas
atmosfer bumi yang berion. Kerapatan elektron di ionosfer pada ketinggian dan
lokasi tertentu bergantung pada fluks sinar ultra violet kuat, komposisi muatan
netral dan dinamika angin netral serta medan
listrik. Dinamika dan perubahan kerapatan ion dan elektron di ionosfer
bervariasi sebagai respon adanya perubahan cuaca antariksa. Pengamatan ionosfer adalah bagian dari pengamatan cuaca antariksa karena
perubahan ion, elektron dan arus medan listrik di ionofer menjadi indikator
perubahan cuaca antariksa. Lapisan ionofer akan merespon setiap perubahan cuaca
antariksa yang dipicu dari aktivitas matahari, seperti kemunculan flare, CME
dan partikel berenergi tinggi yang dibawa oleh angin matahari yang masuk pada
system magnetofer dan ionosfer sehingga memicu badai geomagnet dan juga badai
ionofer.
Gambar 1. Sinyal
satelit yang meliwati ionosfer terganggu dapat fluktuasi pada sinyal satelit
Gangguan pada ionosfer dapat
menyebabkan masalah yang pada aplikasi gelombang radio seperti radio
komunikasi, sistem navigasi satelit sehingga penelitian gangguan ionosfer
menjadi subjek yang penting dalam kontribusi riset cuaca antariksa. Sebelum
sinyal satelit mencapai bumi, maka sinyal tersebut harus melalui ionosfer
dimana ionosfer yang banyak mengandung ion-ion dan elektron akan memantulkan,
membelokan bahkan melemahkan gelombang radio dari satelit tersebut. Ionosfer terganggu akan menyebabkan
gangguan pada putaran faraday sinyal dan sinyal juga mengalami fluktuasi secara
cepat pada amplitudo dan fasa yang diterima di receiver akibat ketidakteraturan
kerapatan elektron medium ionosfer. Fluktuasi ini dikenal sebagai sintilasi
ionosfer.
Penelitian gangguan sintilasi
ionosfer pada sinyal satelit telah dimulai tahun 1970. Sampai saat ini telah banyak penelitian dan metode yang dikembangkan untuk penelitian sintilasi ionosfer salah satunya
adalah dengan memanfaatkan sinyal satelit GPS (Global Postioning System).
Sinyal satelit GPS pada pita frekuensi L (1,5 GHz) dimanfaatkan untuk kajian
perubahan kerapatan ionosfer, jumlah elektron total ionosfer (TEC, Total Electron Content) dan
sintilasi ionosfer. Fenomena sintilasi memiliki keterkaitan dengan
kemunculan gelembung plasma yang terjadi setelah matahari terbenam. Proses
fisis kemunculan gelembung plasma adalah ketidakstabilan Rayleigh-Taylor. Sedangkan proses kimianya dikontrol dari efek
rekombinasi antara elektron dan ion positif, yang menyebabkan terjadinya
gradien vertikal profil kerapatan elektron saat setelah matahari
terbenam. Apabila ketidastabilan terus berlanjut maka dapat memicu bagian bawah lapisan F ionosfer yang telah
berkurang kerapatannya bergerak ke bagian atas yang lebih rapat. Fenomena
pergerakan ini dikenal sebagai gelembung plasma. Saat terjadi gelembung plasma maka
akan terjadi gradien keraptan elektron yang cukup tajam di ionosfer sehingga
menyebabkan ketidakteraturan ionosfer dari skala kecil hingga menengah. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa gelembung pada plasma adalah identik dengan penurunan kerapatan
elektron. Ketidakteraturan plasma akibat terbentuknya gelembung tersebut akan
menyebabkan fluktuasi pada sinyal satelit yang melewatinya sehingga terjadi
sintilasi.
Monitoring Sintilasi ionosfer
Pengamatan
fenomena gangguan sintilasi ionosfer dilakukan dengan peralatan GISTM (GPS Ionospheric
Scintillation and TEC Monitor) yaitu penerima GPS yang ditempatkan di Loka dan Balai pengamat dirganta milik
LAPAN.
Gambar 2.
Sistem perima GPS (GISTM) dan PC pemroses data yang digunakan untuk monitoring
sintilasi ionosfer
Beberapa Loka dan Balai pengamat
dirgantara LAPAN serta stasiun pengamat
dirgantara kerjasama antara LAPAN dan Universitas telah dipasang GPS untuk monitoring sintilasi
ionosfer diantaranya adalah Kototabang Sumatra Barat, Bandung, Pontianak,
Manado (kerjasama UNSRAT-LAPAN) dan Kupang (kerjasama UNDANA-LAPAN). Lokasi
dari GISTM ditunjukkan pada gambar 3. Dengan distribusi letak GISTM ini maka
monitoring diharapkan dapat mencakup seluruh wilayah Indonesia. Beberapa
stasiun pengamat dirgantara tersebut telah terhubung jaringan internet via VPN
sehingga distribusi data dapat dilakukan dengan mudah.
Gambar 3.
Distribusi letak GISTM dan lintasan
satelitnya di seluruh wilayah Indonesia
Pengamatan kemunculan sintilasi
dilakukan untuk setiap sinyal satelit yang visible
dalam satu hari. Grafik pada gambar 4 adalah
contoh indeks sintilasi dari 30 satelit (PRN) selama satu hari pengamatan yaitu
pada tanggal 30 Maret 2012. Setiap sinyal satelit yang ditangkap penerima
GPS dalam satu hari pengamatan diberi tanda dan warna yang berbeda sehingga
dapat diketahui dengan mudah sinyal satelit mana saja yang mengalami sintilasi
ionosfer. Gambar 4 adalah contoh dimana kemunculan sintilasi
pada kategori kuat dengan indeks S4 >
0.5. Sintilasi kuat terjadi sekitar pukul 13:00 hingga 18:00 UT atau sekitar pukul 20:00 WIB hingga
pukul 01:00 WIB dini hari. Dalam rentang
waktu tersebut beberapa sinyal satelit mengalami sintilasi yaitu satelit (PRN)
4,7,11,13 dan 23.
Gambar 4. Kemunculan
sintilasi kuat S4> 0.5 yang terjadi pada 30 Maret 2012 jam 19:00 – 01:00 WIB
Marfologi Sintilasi ionosfer
Untuk
melihat marfologi dan karakteristik kemunculan sintilasi maka data satu tahun
pengamatan dibuat dalam bentuk kontur. Dari kontur dapat dilihat perubahan
kemunculan sintilasi pada setiap bulan berbanding dengan bulan lainnya. Hasil
pengamatan dalam satu tahun yaitu dari bulan Januari hingga bulan Desember
dalam bentuk kontur ditunjukkan pada gambar 5.
Dari gambar 5, adalah contoh kemunculan sintilasi dalam satu tahun pengamatan di Loka Kototabang tahun 2012 dimana
sintilasi kuat muncul dominan pada bulan ekuinok yaitu Maret - April dan
September - Oktober.
Gambar 5. Kemunculan sintilasi
ionosfer selama satu tahun pengamatan dengan
kemunculan tertinggi di bulan ekuinok Maret dan September
Peningkatan kemunculan sintilasi pada bulan ekuinoks terkait dengan
terminator matahari dan meridian medan magnet yang terbentuk pada bulan-bulan
tersebut. Formasi medan magnet dan terminator matahari menyebabkan arus drift
dynamo EXB di lapisan F dearah ekuator sehingga meningkatkan ketidakteraturan
plasma. Ketidakteraturan ini terkait juga dengan meningkatnya gelembung plasma
pada bulan-bulan tersebut sehingga sintilasi intens pada bulan-bulan tersesbut.
Memonitor dan memahami ionosfer
adalah hal yang cukup penting, karena ionosfer adalah bagian dari cuaca
antariksa. Selain itu dengan memonitor ionosfer akan diperoleh karakteristik dan marfologinya sehingga
diperoleh informasi perubahan ionosfer dan dinamikannya yang dapat membantu
dalam mitigasi gangguan pada sinyal radio maupun navigasi satelit serta pemodelannya.