Komunitas amatir radio atau Ham
Radio sedikit banyak pasti mengenal ionosfer, karena mereka tahu bahwa sinyal
radio dipantulkan oleh lapisan ionosfer sehingga terjadi komunikasi. Pada saat
terjadi gangguan di ionosfer, maka keberhasilan komunikasi juga terganggu.
Namun demikian tidak sedikit yang belum mengatahui bahwa gangguan tersebut
akibat dari badai matahari dan cuaca antariksa. Ionosfer juga mempengaruhi sistem
navigas berbasis satelit seperti GPS dan GNSS lainnya. Sebelum sinyal satelit
mencapai bumi, maka sinyal tersebut harus melalui ionosfer dimana ionosfer yang
banyak mengandung ion-ion dan elektron akan memantulkan, membelokan bahkan
melemahkan gelombang radio dari satelit tersebut. Badai matahari dapat
mengganggu kerapatan ion ion dan elektron di lapisan ionosfer sehingga menyebabkan gangguan pada sistem navigasi dan
terjadi keselahan posisi hingga 100 meter. Memonitor dan memahami ionosfer
adalah hal yang cukup penting, karena ionosfer adalah bagian dari cuaca
antariksa. Selain itu dengan memonitor ionosfer akan diperoleh karakteristik dan marfologinya sehingga
diperoleh informasi perubahan ionosfer dan dinamikannya yang dapat membantu
dalam mitigasi gangguan pada sinyal radio maupun navigasi satelit serta
pemodelannya.
Sistem
navigasi dan penentuan posisi berbasis satelit sangat bergantung pada kondisi
cuaca antariksa terutama dinamika di lapisan ionosfer karena sinyal yang di
pancarkan oleh satelit navigasi harus melalui ionosfer. Tunda (delay) ionosfer
adalah sumber terbesar penyebab kesalahan pengukuran posisi dengan GPS. Secara
konvensional tunda (delay) ionosfer dapat dikurangi dengan kombinasi dua
frekuensi (menggunakan GPS frekuensi ganda), dengan metode diferensial
atau dengan menggunakan model tunda ionosfer untuk pengguna GPS frekuensi
tunggal seperti model Klobuchar. Namun demikian dalam kondisi ekstrim dari
gangguan ionosfer, kesalahan pengukuran posisi cukup signifikan.
Pengaruh ionosfer pada
pengukuran posisi GPS dapat dibedakan dari dua aspek. Aspek pertama adalah pada
saat terjadi gangguan ionosfer yang sangat besar dimana model ionosfer
konvensional tidak akan mampu mengoreksi kesalahan akibat gangguan ionosfer
tersebut. Namun demikian model ionosfer tetap diperlukan untuk melihat besarnya
simpangan parameter ionosfer terhadap keadaan normalnya. Aspek kedua adalah
perubahan amplitude dan phase sinyal GPS yang disebabkan gangguan ionosfer
secara periodik akibat perubahan radiasi matahari dan perubahan medan geomagnet
musiman. Perubahan amplitude dan phase sinyal akan menurunkan performa penerima
GPS.
Sebagai komponen dari cuaca antariksa maka ionosfer
akan merespon setiap perubahan cuaca antariksa dimana perubahan tersebut
berdampak pada propagasi sinyal radio satelit yang melewatinya. Ion dan
elektron yang terkandung di dalamnya menyebabkan ionosfer menjadi medium yang
dispersive terhadap gelombang radio sehingga terjadi tunda atau delay pada
sinyal radio satelit dan hal ini menjadi sumber pada kesalahan pengukuran
sistem navigasi satelit. Pengamatan ionosfer secara terus menerus adalah upaya
untuk mendapatkan informasi karakteristik perubahan ionosfer yang dikaitkan
dengan perubahan cuaca antariksa. Perubahan tersebut meliputi perubahan harian,
musim, lokasi dan dampak dari aktivitas matahari sebagai komponen cuaca
antariksa terhadap ionosfer. Riset dan investigasi prilaku ionosfer menggunakan
data GPS telah dimulai sejak tahun 1980. Dari
kajian yang telah dilakukan oleh peneliti ionosfer bahwa hampir 99% delay
ionosfer pada GNSS dapat dijelaskan
dengan integral kerapatan elektron sepanjang sinyal GNSS dari penerima ke
satelit yang berbanding terbalik dengan kwadrat frekuensi sinyal satelit. Pengukuran ionosfer menggunakan GPS adalah untuk
mendapatkan informasi bias yang
diakibatkan oleh ionosfer yang dalam hal ini dikarakteristikan dengan kandungan elektron total (TEC). Data TEC ionosfer yang
diamati menggunakan GPS telah dikumpulkan dan dapat dianalisis untuk pemodelan
ionosfer yang digunakan untuk pengguna GPS dan GNSS lainnya. Pemodelan ionosfer
telah berkembang dan banyak pendekatan algoritma telah dilakukan, diantaranya
adalah model empirik yang berbasis pada set data pengamatan baik data global
maupun regional. Jenis lain adalah model ionosfer yang berbasis analisis
beberapa parameter ionosfer yang dikenal sebagai model analitikal. Sebagian
besar model yang telah dibuat adalah untuk mendapatkan karakteristik, sifat dan
klimatologi dari ionosfer dan variasinya terhadap waktu, musim, siklus matahari
dan aktivitas geomagnet. Salah satu contoh model ionosfer yang penggunaan sudah
sangat meluas saat ini adalah model IRI 2007 (Ionospheric Reference
International). Dari model ini dapat diperoleh profil median bulanan parameter ionosfer seperti; keraptan elektron, temperature elektron, temperature
ion, komposisi ion dan TEC pada kondisi ionosfer tenang. Input
model adalah waktu, lokasi (lintang dan bujur), parameter aktivitas matahari
(bilangan bintik matahari, fluks matahari) dan parameter indeks geomagnet. Secara lengkap model ini dapat dilihat
di laman http://iri.gsfc.nasa.gov. Sumber utama data yang digunakan untuk membangun model
adalah ionosonda yang tersebar di seluruh dunia ditambah dengan data dari
pengamatan radar, roket dan top sounder lainnya. Model ini terus di perbaharui
pada setiap tahunnya. Model yang dibahas dalam hal ini adalah model berbasis
pengukuran dengan GPS yaitu bagaimana memodelkan pengukuran TEC dengan GPS. TEC
sebagai parameter ionosfer dari pengukuran GPS mempunyai satuan TEC unit dimana
1 TEC unit adalah 1016 elektron/m2 yang dapat menyebabkan
kesalahan sebesar 0.16 meter pada pengkuruan sinyal L1 dan 0.26 meter pada
pengukuran dengan sinyal L2. Pada dasarnya algoritma yang akan dibangun untuk
pemodelan TEC dari pengukuran GPS meliputi tiga hal yaitu bagaimana mendapatkan
TEC ionosfer dari pengukuran kode dan fase frekuensi sinyal GPS, memisahkan
bias dari satelit dan penerima dan hubungan spasial dari setiap pengukuran. Gagasan utama dari pemodelan ionosfer
menggunakan GPS adalah untuk meningkatkan solusi ketelitian pengukuran posisi
yang diperoleh dari pengukuran GPS frekuensi tunggal dan juga frekuensi ganda.
Model Klobuchar adalah suatu set koefisien polinomial (ada 8 koefisien) yang
dikirimkan kepada pengguna GPS melalui pesan navigasi adalah model ionosfer
yang pertama dibangun untuk meningkatkan ketelitian pengukuran GPS frekuensi
tunggal dengan mereduksi bias yang disebabkan oleh ionosfer dalam 50 %. Pada prinsipnya model klobuchar memodelkan
group delay (waktu tunda) akibat ionosfer dengan menggunakan fungsi kosinus
dengan menganggap bahwa maksimum delay ionosfer terjadi pada jam 14:00 dan
ditulis dalam bentuk polinomial adalah:
Tg=dc+A[1+ x^2/2+x^4/4], \x\ < phi/2
x= 2phi(t-Tp)/ P (radian)
Dengan
A
dan P adalah koefisien yang
dikirimkan lewat pesan navigasi dari setelit GPS, t adalah waktu lokal, dc
adalah konstan offset dan Tp
adalah konstan fasa, dimana dc dan Tp
bergantung karakteristik ionosfer di tempat tersebut.
Gambar hasil pengukuran GPS frekuensi tunggal dengan
koreksi dan tanpa koreksi menggunakan model klobuchar
Selain menggunakan model klobuchar peningkatan akurasi dapat menggunakan
informasi data TEC yang tersedia. Untuk
informasi data TEC, LAPAN telah melakukan studi dan membangun model TEC
regional Indonesia yang disebut sebagai model MSILRI (Model Sederhana Ionosfer
Lintang Rendah Indonesia). Model ini berbasis pengamatan ionosonda dan GPS yang
berada di regional Indonesia, Australia, Singapura dan Philipina. Perubahan
setiap jam dari parameer TEC dalam median bulanan dapat dilihat di laman web
LAPAN Bandung yaitu di http://iontelkom.dirgantara-lapan.or.id/content/peta-total-electron-content-tec. Peta ini dapat dijadikan rujukan bagi pengukuran GPS
frekuensi tunggal sehingga sedikit banyak dapat membantu dalam interpretasi
posisi yang diperoleh saat pengukuran dengan menggunakan GPS frekuensi tunggal.
Pemodelan TEC ionosfer masih terus dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik.
Gambar peta TEC dari model MSILRI yang
dikembangkan oleh LAPAN Bandung
No comments:
Post a Comment