Tuesday, July 31, 2012

MONITORING DAN MODELING IONOSFER


Komunitas amatir radio atau Ham Radio sedikit banyak pasti mengenal ionosfer, karena mereka tahu bahwa sinyal radio dipantulkan oleh lapisan ionosfer sehingga terjadi komunikasi. Pada saat terjadi gangguan di ionosfer, maka keberhasilan komunikasi juga terganggu. Namun demikian tidak sedikit yang belum mengatahui bahwa gangguan tersebut akibat dari badai matahari dan cuaca antariksa. Ionosfer juga mempengaruhi sistem navigas berbasis satelit seperti GPS dan GNSS lainnya. Sebelum sinyal satelit mencapai bumi, maka sinyal tersebut harus melalui ionosfer dimana ionosfer yang banyak mengandung ion-ion dan elektron akan memantulkan, membelokan bahkan melemahkan gelombang radio dari satelit tersebut. Badai matahari dapat mengganggu kerapatan ion ion dan elektron di lapisan ionosfer sehingga  menyebabkan gangguan pada sistem navigasi dan terjadi keselahan posisi hingga 100 meter. Memonitor dan memahami ionosfer adalah hal yang cukup penting, karena ionosfer adalah bagian dari cuaca antariksa. Selain itu dengan memonitor ionosfer akan diperoleh  karakteristik dan marfologinya sehingga diperoleh informasi perubahan ionosfer dan dinamikannya yang dapat membantu dalam mitigasi gangguan pada sinyal radio maupun navigasi satelit serta pemodelannya.
   Sistem navigasi dan penentuan posisi berbasis satelit sangat bergantung pada kondisi cuaca antariksa terutama dinamika di lapisan ionosfer karena sinyal yang di pancarkan oleh satelit navigasi harus melalui ionosfer. Tunda (delay) ionosfer adalah sumber terbesar penyebab kesalahan pengukuran posisi dengan GPS. Secara konvensional tunda (delay) ionosfer dapat dikurangi dengan kombinasi dua frekuensi (menggunakan GPS frekuensi ganda), dengan metode diferensial atau dengan menggunakan model tunda ionosfer untuk pengguna GPS frekuensi tunggal seperti model Klobuchar. Namun demikian dalam kondisi ekstrim dari gangguan ionosfer, kesalahan pengukuran posisi cukup signifikan.
Pengaruh ionosfer pada pengukuran posisi GPS dapat dibedakan dari dua aspek. Aspek pertama adalah pada saat terjadi gangguan ionosfer yang sangat besar dimana model ionosfer konvensional tidak akan mampu mengoreksi kesalahan akibat gangguan ionosfer tersebut. Namun demikian model ionosfer tetap diperlukan untuk melihat besarnya simpangan parameter ionosfer terhadap keadaan normalnya. Aspek kedua adalah perubahan amplitude dan phase sinyal GPS yang disebabkan gangguan ionosfer secara periodik akibat perubahan radiasi matahari dan perubahan medan geomagnet musiman. Perubahan amplitude dan phase sinyal akan menurunkan performa penerima GPS.
Sebagai komponen dari cuaca antariksa maka ionosfer akan merespon setiap perubahan cuaca antariksa dimana perubahan tersebut berdampak pada propagasi sinyal radio satelit yang melewatinya. Ion dan elektron yang terkandung di dalamnya menyebabkan ionosfer menjadi medium yang dispersive terhadap gelombang radio sehingga terjadi tunda atau delay pada sinyal radio satelit dan hal ini menjadi sumber pada kesalahan pengukuran sistem navigasi satelit. Pengamatan ionosfer secara terus menerus adalah upaya untuk mendapatkan informasi karakteristik perubahan ionosfer yang dikaitkan dengan perubahan cuaca antariksa. Perubahan tersebut meliputi perubahan harian, musim, lokasi dan dampak dari aktivitas matahari sebagai komponen cuaca antariksa terhadap ionosfer. Riset dan investigasi prilaku ionosfer menggunakan data GPS telah dimulai sejak tahun 1980.  Dari kajian yang telah dilakukan oleh peneliti ionosfer bahwa hampir 99% delay ionosfer  pada GNSS dapat dijelaskan dengan integral kerapatan elektron sepanjang sinyal GNSS dari penerima ke satelit yang berbanding terbalik dengan kwadrat frekuensi sinyal satelit. Pengukuran ionosfer menggunakan GPS adalah untuk mendapatkan informasi bias yang diakibatkan oleh ionosfer yang dalam hal ini dikarakteristikan dengan kandungan elektron total (TEC). Data TEC ionosfer yang diamati menggunakan GPS telah dikumpulkan dan dapat dianalisis untuk pemodelan ionosfer yang digunakan untuk pengguna GPS dan GNSS lainnya. Pemodelan ionosfer telah berkembang dan banyak pendekatan algoritma telah dilakukan, diantaranya adalah model empirik yang berbasis pada set data pengamatan baik data global maupun regional. Jenis lain adalah model ionosfer yang berbasis analisis beberapa parameter ionosfer yang dikenal sebagai model analitikal. Sebagian besar model yang telah dibuat adalah untuk mendapatkan karakteristik, sifat dan klimatologi dari ionosfer dan variasinya terhadap waktu, musim, siklus matahari dan aktivitas geomagnet. Salah satu contoh model ionosfer yang penggunaan sudah sangat meluas saat ini adalah model IRI 2007 (Ionospheric Reference International). Dari model ini dapat diperoleh profil median bulanan parameter ionosfer seperti; keraptan elektron, temperature elektron, temperature ion, komposisi ion dan TEC pada kondisi ionosfer tenang. Input model adalah waktu, lokasi (lintang dan bujur), parameter aktivitas matahari (bilangan bintik matahari, fluks matahari) dan parameter indeks geomagnet. Secara lengkap model ini dapat dilihat di laman http://iri.gsfc.nasa.gov. Sumber utama data yang digunakan untuk membangun model adalah ionosonda yang tersebar di seluruh dunia ditambah dengan data dari pengamatan radar, roket dan top sounder lainnya. Model ini terus di perbaharui pada setiap tahunnya. Model yang dibahas dalam hal ini adalah model berbasis pengukuran dengan GPS yaitu bagaimana memodelkan pengukuran TEC dengan GPS. TEC sebagai parameter ionosfer dari pengukuran GPS mempunyai satuan TEC unit dimana 1 TEC unit adalah 1016 elektron/m2 yang dapat menyebabkan kesalahan sebesar 0.16 meter pada pengkuruan sinyal L1 dan 0.26 meter pada pengukuran dengan sinyal L2. Pada dasarnya algoritma yang akan dibangun untuk pemodelan TEC dari pengukuran GPS meliputi tiga hal yaitu bagaimana mendapatkan TEC ionosfer dari pengukuran kode dan fase frekuensi sinyal GPS, memisahkan bias dari satelit dan penerima dan hubungan spasial dari setiap pengukuran.  Gagasan utama dari pemodelan ionosfer menggunakan GPS adalah untuk meningkatkan solusi ketelitian pengukuran posisi yang diperoleh dari pengukuran GPS frekuensi tunggal dan juga frekuensi ganda. Model Klobuchar adalah suatu set koefisien polinomial (ada 8 koefisien) yang dikirimkan kepada pengguna GPS melalui pesan navigasi adalah model ionosfer yang pertama dibangun untuk meningkatkan ketelitian pengukuran GPS frekuensi tunggal dengan mereduksi bias yang disebabkan oleh ionosfer dalam 50 %.  Pada prinsipnya model klobuchar memodelkan group delay (waktu tunda) akibat ionosfer dengan menggunakan fungsi kosinus dengan menganggap bahwa maksimum delay ionosfer terjadi pada jam 14:00 dan ditulis dalam bentuk polinomial adalah:


                                               Tg=dc+A[1+ x^2/2+x^4/4], \x\ < phi/2
                                                x=  2phi(t-Tp)/ P  (radian)
Dengan                                   
A dan P adalah koefisien yang dikirimkan lewat pesan navigasi dari setelit GPS, t adalah waktu lokal, dc adalah konstan offset dan Tp adalah konstan fasa, dimana dc dan Tp bergantung karakteristik ionosfer di tempat tersebut.

Gambar hasil pengukuran GPS frekuensi tunggal dengan koreksi dan tanpa koreksi menggunakan model klobuchar
Selain menggunakan model klobuchar peningkatan akurasi dapat menggunakan informasi data TEC yang tersedia.  Untuk informasi data TEC, LAPAN telah melakukan studi dan membangun model TEC regional Indonesia yang disebut sebagai model MSILRI (Model Sederhana Ionosfer Lintang Rendah Indonesia). Model ini berbasis pengamatan ionosonda dan GPS yang berada di regional Indonesia, Australia, Singapura dan Philipina. Perubahan setiap jam dari parameer TEC dalam median bulanan dapat dilihat di laman web LAPAN Bandung yaitu di http://iontelkom.dirgantara-lapan.or.id/content/peta-total-electron-content-tec. Peta ini dapat dijadikan rujukan bagi pengukuran GPS frekuensi tunggal sehingga sedikit banyak dapat membantu dalam interpretasi posisi yang diperoleh saat pengukuran dengan menggunakan GPS frekuensi tunggal. Pemodelan TEC ionosfer masih terus dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Gambar peta TEC dari model MSILRI yang dikembangkan oleh LAPAN Bandung

No comments:

Post a Comment